Sabdanews.net, Serang – Pengurus Pusat Kesenian Tari Tjimande Kolot Kebon Djeruk Hilir (Kesti TTKKDH) adakan Festival Keceran dalam rangka Milad yang ke-69 di Hotel Ratu Kota Serang, Kamis (4/11/2021).
Mengusung tema “Melestarikan Tradisi Menuju Kesti TTKKDH Maju dan Bermatrabat”, festival tersebut berjalan dengan meriah serta dilakukan dengan protokol kesehatan.
Mahyudi selaku Sekretaris Jendral (sekjen) DPP Kesti TTKKDH mengatakan, kegiatan tersebut dilaksanakan setahunan sekali dan hanya di laksanakan di bulan maulid.
“Karena keceran itu tidak boleh dilaksanakan di luar bulan maulid, itulah sakralnya kegiatan ini,” ujarnya saat diwawancarai oleh Imajipos. Kamis (4/11/2021).
Mahyudi mengatakan, dalam rangka milad, selain festival keceran, KKTTDH juga mengadakan ziarah kubur ke para senior dan para leluhur.
Menurutnya, para tokoh senior dan leluhur adalah orang-orang yang konsen di bidang dawkah mensyiarkan agama islam melalui seni silat serta budaya.
“Mereka membalut syiarnya melalui seni silat dan budaya,” terangnya.
Selain itu, Mahyudi juga menuturkan, kedepan akan mengadakan seminar budaya dan akan membedah sejarah TTKKDH yang sedang ditulus olehnya.
“Kebetulan saya sedang tulis, dan mudah-mudahan akan selesai, lalu kita akan beda,” katanya.
Mahyudi berharap, kedepan Kesti TTKKDH lebih maju karena memiliki nilai-nilai keorganisasian sebagai wadah yang modern dan bermatrabat karena tidak meninggalkan aktivitas seni budaya peninggalan leluhur menggunakan pola yang modernis.
“Kita ingin maju karena memiliki nilai-nilai keorganisasian, dan bermatrabat karena tidak meninggalkan aktivitas seni budaya peninggalan leluhur. Keduanya harus sinergis,” harapnya.
Untuk informasi, tradisi keceran Kesti TTKKDH adalah tradisi ditetesinya mata, hidung dan mulut anggota perguruan Kesti TTKKDH oleh air khusus yang telah diberikan doa-doa oleh para sesepuh perguruan tersebut.
Usai ditetesi air khusus tersebut, anggota perguruan kemudian melakukan ritual rujakan dimana mereka memakan atau meminum khusus yang terdiri dari 7 macam untuk setiap makanan dan minumannya.
Terakhir para anggota perguruan melakukan ritual gembrungan atau saling memijit tangan dan kaki yang sering mereka pergunakan untuk bertarung.